Hukum (bagi) Kaum Tertindas

Oleh : Taufik Halim Pranata
Mahasiswa Ilmu Hukum Universitas Jambi

JambiOnline.id, - Masih memberontak pikiranku mengingat belakangan ini banyak terjadi berbagai penolakan tentang produk hukum yang dibahas dan disahkan oleh pemerintah, mulai dari yang kita ingat RUU KUHP, RUU KPK, RUU Minerba, RUU HIP, dan baru kemarin RUU Cipta Kerja. Yang menuai begitu banyak penolakan dan perdebatan di tengah masyarakat. Seolah semua produk hukum itu buruk dan memang tidak memihak pada kepentingan dan kesejahteraan rakyat kecil. Sampai saya sendiri pernah ditanya apakah sudah membaca dan memahami Rancangan Undang-Undang (RUU) tersebut?

Baiklah, mungkin sebelum jawaban dari pertanyaan itu diungkapkan disini lebih baik kita memahami terlebih dahulu apa itu hukum. Berdasarkan konsep hukum dari buku Hans Kelsen, Hukum adalah suatu tatanan perbuatan manusia, “tatanan” adalah suatu sistem aturan. Dari  penjelasan tersebut kita dapati suatu pengertian yang cukup luas bahwa hukum adalah suatu sistem aturan, yang perbuatan manusia sebagai objek dari hukum tersebut. Hukum dibuat untuk mengatur tindakan-tindakan individu dan kelompok maupun pemerintahan agar terjadinya keteraturan dan harmonisasi dalam kehidupan bernegara. Untuk terciptanya suatu harmonisasi itu diperlukan hukum yang dirasa adil, yakni suatu yang tidak bertentangan dengan kodratnya. Untuk mengetahui kodrat tersebut maka di perlukan penalaran yang kritis terhadap hukum tersebut. Karena kadang kala kebenaran itu datang dari kalangan minoritas yang tertindas, tidak selalu kebenaran berasal dari persetujuan banyak orang meski demokrasi menganut seperti itu, namun kebenaran terbebas dari pembenaran mayoritas maupun minoritas, kebenaran itu bersifat rasional dan tidak dapat dibantah.

Hukum yang diciptakan untuk mengatur suatu tatanan dari perbuatan manusia pada sistem demokrasi, harus hukum yang mendapat legitimasi atau pengakuan dari manusia yang diatur, agar hukum itu tidak bersifat otoriter atau memaksa. Walaupun sifat hukum itu memaksa namun paksaan itu bukanlah dari segelintir orang atau oleh penguasa. Apabila para penguasa dengan hukum-hukumnya merupakan kekuatan yang dipaksakan dan tegak dengan intimidasi, maka kekuasaan itu akan merusak kepercayaan rakyat kepada negara. Lalu bagaimana supaya hukum tersebut mendapat kepercayaan dari masyarakat?

Sebenarnya jawabannya satu yaitu memberi pemahaman kepada masyarakat mengenai Rancangan Undang-Undang tersebut. Namun realitanya tidak akan bisa, karena berbagai kendala orang-orang tidak sempat untuk melakukan itu, bahkan Mahasiswa hukum sekalipun belum cukup pemahaman akan itu. Selain itu pada sistem hukum kita yang sudah cukup sebagai landasan pemberlakuan hukum di negara ini dengan berlakunya asas ignorantia iuris nemenem excusat yang artinya “ketidaktahuan seseorang terhadap undang-undang tidak memaafkan” asas ini mensyaratkan bahwa setiap orang dianggap tahu hukum setelah ia di sahkan dalam lembaran negara sebagai undang-undang. 

Jadi setiap aturan yang telah disahkan otomatis berlaku secara resmi kepada seluruh rakyat, tanpa perlu rakyat ini diedukasi terlebih dahulu, memang agak sedikit kejam sistem hukum yang seperti ini. Namun hal ini berkesinambungan dengan konsep negara hukum yang kita anut berdasarkan trias politica montesque yang telah membagi kekuasaan menjadi tiga cabang yakni legislatif, eksekutif dan yudikatif. Ketiga kekuasaan tersebut menjalankan fungsi masing-masing secara terpisah agar kekuasaan itu tidak berada pada satu kekuasaan saja dan untuk menghindari kesewenang-wenangan dari penguasa, maka dalam perumusan Undang-Undang yang dikerjakan oleh kekuasaan legislatif yaitu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai lembaga yang dipilih langsung oleh rakyat, mereka diamanahkan untuk mengkaji produk hukum yang dibuat, dan mereka pulalah yang akan mengesahkannya.

Pesta demokrasi yang tidak asing di telinga kita, adalah saat-saat dimana rakyat memberikan atau mewakilkan kewenangannya dalam menjalankan negara. Seperti selogannya “dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat” yang kita percayakan kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Maka dari pada itu, kita sebagai rakyat tidak perlu lagi membaca ataupun membahas produk hukum yang mereka buat, karena kita telah memberikan kepercayaan dan kewenangan kepada mereka untuk membuat suatu peraturan perundang-undangan yang baik untuk rakyat, untuk kesejahteraan rakyat.

Pada akhirinya kita hanya bisa bergantung pada wakil-wakil yang kita utus itu untuk membentuk dan membahas suatu peraturan perundang-undangan, dan kita berharap mereka benar-benar membaca dan membahasnya pasal per pasal. Sebab peraturan tersebut selepas disahkan menjadi undang-undang maka tidak ada alasan rakyat untuk berdalih tidak tahu, sebab di negara ini rakyat sebagai pemegang kuasa sudah terwakilkan, dan sesuai asas fiksi hukum masyarakat dianggap mengetahui hukum, terlepas dari memang benar-benar tidak tahu. 
Disinilah yang membuat kebimbangan dibilang tidak adil namun kita telah memilih wakil-wakil untuk membahasnya. Namun, dibilang adil kadang tanah tiba-tiba digusur karena peraturan yang telah memberikan kewenangan untuk menggusur, seperti banyak kejadian penggusuran tanah yang terjadi untuk pembangunan fasilitas umum, Bandara, Bendungan seperti pada kasus Taman Sari contohnya, atau Waduk Jati Gede yang menenggelamkan puluhan desa. Padahal penggusuran itu dikarenakan satu pasal saja yang memberi kewenangan pemerintah untuk mengambil alih lahan ketika ingin mengerjakan proyek insfrastruktur. Sedangkan rakyat tidak tahu adanya akan pasal itu yang telah disahkan oleh wakilnya sendiri. 

Peraturan-peraturan yang dibuat oleh wakil-wakil kita disana itu kadang tidak tau juga apa maksud dan tujuannya memang benar untuk kesejahteraan rakyat apa bukan. Tapi terlepas dari pikiran negatif saya yakin mereka juga memikirkan rakyat. Mungkin memang kebanyakan rakyat tidak tahu menahu tentang hukum yang dibahas oleh DPR secara rinci, rakyat hanya merasakan akibat dari hukum yang disahkan itu apakah mempermudah rakyat atau menyusahkan, dan dari ketidaktahuanku tentang pasal per pasal yang dibahas maka jangan minta kami untuk membaca apalagi membahas karena itu tugas Dewan Perwakilan Rakyat. Cukup berikan kami kesepamahaman bahwa Peraturan yang dibuat itu memang untuk mensejahterakan rakyat yang sengsara. 

Namun, bagaimana rakyat bisa sepemahaman jika hukum masih tajam kebawah tumpul ke atas, rakyat hanya merasakan akibat dari hukum itu, terserahlah DPR membuat peraturan seperti apa asalkan rakyat terjaga hak-haknya dan tidak semakin kesusahan dengan peraturan yang kalian buat. Salam Hormat, Rakyat yang tidak diam ketika melihat penindasan, Rakyat yang tidak buta akan kesewenangwenangan, dan melawan ketika adanya ketidakadilan. 
أحدث أقدم