Jakarta, Jambi Online. Id - Presiden Joko Widodo, 15 Juni 2023, dalam sambutannya pada acara Peluncuran Indonesia Emas 2045 di Djakarta Theater menekankan pentingnya membawa kapal besar bernama Indonesia untuk menggapai cita-citanya mewujudkan Indonesia Emas 2045. Apa itu Indonesia Emas 2045? Suatu gagasan ideal ketika Indonesia telah mencapai 100 tahun pasca kemerdekaannya pada 1945 menjadi sebuah negara maju dan salah satu negara dengan ekonomi terbesar dunia yang memberikan kemakmuran dan kesejahteraan untuk rakyatnya.
Tentu saja cita-cita ini bukanlah angan-angan kosong. Pricewaterhouse Coopers (2017), World Bank (2020), serta Goldman Sachs (2023) telah memberikan prediksinya bahwa Indonesia akan menjadi negara terbesar keempat dunia pada 2050 di bawah Tiongkok, Amerika, dan India.
Bagaimana cara mewujudkan Indonesia Emas 2045? Kalimat yang diucapkan Nelson Mandela dalam pidatonya pada 16 Juli 2003, saat memperingati peluncuran Mindset Network, sebuah kelompok yang bekerja untuk meningkatkan pendidikan dan kesehatan di Afrika Selatan, menjadi kunci utama Indonesia mengubah dirinya dari negara berkembang menjadi negara maju dan negara dengan ekonomi terbesar keempat dunia. Pendidikan adalah kunci utama untuk mengubah dunia.
Gagasan Nelson Mandela ini telah mengubah persepsi dunia tentang pentingnya pendidikan bagi perkembangan umat manusia. Korea Selatan hari ini menjadi contoh bagaimana berhasil bertransformasi menjadi negara maju dan berkembang sangat cepat. Padahal pada 1970, ekonomi Korea Selatan selevel dengan negara-negara di Afrika seperti Tunisia, Ghana, dan Kongo. Hyundai dan Samsung adalah contoh bagaimana Korea Selatan berinovasi sangat maju di bidang teknologi kendaraan listrik dan komunikasi.
Catherine Grant (2017) menulis jurnal berjudul The contribution of education to economic growth menyampaikan bahwa Korea Selatan berkembang menjadi negara maju seperti ini hari karena kontribusi pendidikan yang berkualitas. Hal ini didukung fakta menurut World Bank (2017) yang merilis laporan bahwa usia terdidik yang mencapai tingkat perguruan tinggi di Korea Selatan mencapai 94,4%, sedangkan Indonesia hanya 36,3% --artinya lebih dari 63% usia terdidik hanya mencapai pendidikan di tingkat SD, SMP, dan SMA.
Banyak peneliti lain yang menyampaikan hasil risetnya bahwa pendidikan memiliki kontribusi positif yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi suatu negara, antara lain Tomokazu Nomura (2007), Daniela Mihaela Neamtu (2014), Donatella Saccone (2017), serta Bornali Das (2022). Bahkan salah satu penerbit buku dan jurnal dari Inggris, Taylor & Francis, dalam database-nya terdapat 489 artikel jika kita mencari dengan keyword "contribution of education to economic growth". Hal ini membuktikan bahwa pendidikan memiliki kontribusi yang besar terhadap kemajuan suatu negara.
Anomali Kebijakan
Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk menjadikan pendidikan sebagai kunci utama memanfaatkan bonus demografi untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045. Namun demikian, kondisi yang terjadi hari ini di Indonesia berbanding terbalik dengan teori dan fakta empiris yang sudah terjadi. Anomali kebijakan pendidikan justru terjadi. Uang Kuliah Tunggal (UKT) di sejumlah perguruan tinggi mengalami kenaikan hingga lima kali lipat, seperti yang terjadi di Universitas Jenderal Soedirman.
Kenaikan UKT terjadi di banyak kampus negeri mendorong terjadinya demonstrasi yang dilakukan oleh BEM di sejumlah kampus seperti Universitas Riau (Unri), Universitas Gajah Mada (UGM), Universitas Sumatera Utara (USU), UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang menentang penetapan UKT tinggi yang memberatkan mahasiswa.
Permendikbud Nomor 2 tahun 2024 menjadi salah satu penyebab UKT semakin mahal, di mana Kemendikbud dalam Pasal 7 memberikan kewenangan ke masing-masing universitas untuk menerapkan tarif UKT lebih besar dari BKT (Biaya Kuliah Tunggal). Tentu saja kenaikan UKT ini bertentangan dengan UUD 1945 dan semangat untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045.
Hal ini berbanding terbalik jika melihat majunya ekonomi dan teknologi di negara-negara Eropa yang terdampak karena kualitas pendidikan tinggi yang bagus, gratis, dan sangat mudah dijangkau. Swedia, Jerman, Finlandia, Ceko, Norwegia, dan Islandia adalah beberapa contoh negara Eropa yang memberikan pendidikan gratis untuk tingkat sarjana. Bahkan, beberapa waktu lalu salah satu pejabat Kemendikbud menyatakan bahwa pendidikan tinggi adalah pendidikan tersier dan tidak wajib.
Memang benar bahwa pendidikan wajib menurut UUD 1945 hanya disebutkan 12 tahun atau hingga tingkat SMA/SMK/MA. Namun demikian, pendapat tersebut bertentangan dengan teori yang dihasilkan para ahli di seluruh dunia bahwa pendidikan tinggi berdampak pada pertumbuhan ekonomi serta semangat untuk menghasilkan bonus demografi yang berkualitas dan berdaya saing global guna mewujudkan Indonesia Emas 2045.
Singapore University of Social Science (SUSS) menyatakan bahwa pendidikan tinggi akan memberikan manfaat bagi mahasiswa seperti keterampilan berpikir kritis, manajemen waktu, ketekunan, komunikasi, dan keterampilan presentasi yang menjadi aset besar seseorang tidak hanya untuk memperbesar peluangnya mendapatkan pekerjaan yang lebih baik di masa mendatang tapi juga untuk meningkatkan soft skill-nya dalam bersaing untuk berkembang.
Lulusan perguruan tinggi dinilai dapat mencapai kemajuan dalam hidupnya, bukan hanya karena gelar yang mereka peroleh, namun juga karena pengetahuan, keterampilan kognitif, kemampuan komunikasi, serta mengoptimalkan minat bakatnya yang diperolehnya selama di perguruan tinggi. SUSS menunjukkan korelasi kuat antara mahasiswa di perguruan tinggi dengan kualitas SDM yang unggul.
Meningkatkan Subsidi
Jika melihat amanat UUD 1945, maka pemerintah diwajibkan untuk merealisasikan 20 persen APBN untuk pendidikan. Meskipun alokasi dana pendidikan ini menjadi belanja pemerintah yang tinggi, namun prosentase belanja pendidikan Indonesia dibandingkan PDB masih lebih rendah dari Malaysia, Timor Leste, dan Vietnam.
Perlu dikaji lebih lanjut, apakah realisasi anggaran 20 persen benar-benar untuk meningkatkan kualitas pendidikan misalnya pemenuhan kebutuhan masyarakat terhadap pendidikan dasar dan pendidikan tinggi, perbaikan kualitas tenaga pendidik (termasuk gaji, tunjangan dan pelatihan), kualitas infrastruktur pendidikan, kualitas riset, maupun peningkatan kualitas kurikulum pendidikan.
Jangan sampai realisasi anggaran justru lebih banyak untuk biaya makan minum saat rapat, biaya sosialisasi peraturan, atau biaya perjalanan dinas yang tidak memiliki dampak langsung terhadap kualitas pendidikan di Indonesia. Bahkan, pada 2023, Presiden Jokowi pernah menyoroti tingginya anggaran untuk rapat, studi banding, dan dinas.
Berdasarkan data Kemendikbud, sejak 2020 hingga 2024, pemerintah telah merealisasikan program KIP-K (Kartu Indonesia Pintar Kuliah) sebesar Rp 46,8 triliun yang telah menjangkau 3.906.120 mahasiswa berprestasi dan kurang mampu di tingkat perguruan tinggi agar dapat melanjutkan kuliahnya tanpa perlu memikirkan biaya perkuliahan atau UKT lagi. Jika dirata-rata tiap tahunnya, pemerintah mengalokasikan Rp 9,3 triliun untuk setidaknya 781.224 mahasiswa atau rata-rata tiap mahasiswa menerima Rp 11,9 juta/tahun.
Data BPS 2023 menunjukkan, jumlah mahasiswa di Indonesia mencapai 7,8 juta mahasiswa yang terdiri dari 3,3 juta mahasiswa universitas negeri dan 4,4 juta mahasiswa di universitas swasta. Jika diasumsikan, pemerintah memberikan subsidi KIP-K kepada 30 persen dari seluruh mahasiswa yang ada, maka akan ada 2,34 juta mahasiswa penerima KIP-K atau jika dianggarkan setidaknya pemerintah harus menganggarkan sebesar Rp28,85 triliun.
Tentu saja, subsidi pendidikan tinggi ini lebih kecil dibandingkan biaya subsidi BBM, listrik, dan LPG yang mencapai Rp 159,6 triliun pada 2023. Artinya, seharusnya pemerintah dapat meningkatkan coverage penerima bantuan subsidi kuliah lebih tinggi lagi guna mengantisipasi kenaikan UKT akibat tingginya beban operasional masing-masing universitas.
Selain dari sisi anggaran, dibutuhkan political will dari DPR untuk mendorong agar pemerintah konsisten mengalokasikan anggaran pendidikan yang berorientasi pada peningkatan kualitas pendidikan dan SDM Indonesia. Pemerintah juga perlu mengontrol kebijakan terkait besaran UKT bagi mahasiswa perguruan tinggi negeri serta memberikan bantuan subsidi biaya pendidikan kepada mahasiswa di perguruan tinggi swasta.
Selain itu, perlu verifikasi yang ketat terhadap penerima KIP-K agar lebih tetap sasaran. Perbaikan kebijakan ini perlu dilakukan untuk mewujudkan keseimbangan dan pemerataan pendidikan bagi seluruh rakyat Indonesia sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945 dan memperbesar peluang terwujudnya Indonesia Emas 2045 yang akan menjadi momentum besar kemajuan bangsa Indonesia.
Choirul Anam, SE, ME, Ak, CA, PhD PhD Public Policy Charles University Prague, Ketua Umum KAHMI Eropa Raya 2022-2027, Koordinator PPI Dunia 2020-2021